Dulu aku tak mengerti apa guna dari belajar,
Aku selalu ingin mengejar kesenanganku,
Aku tak pernah memikirkan orang-orang di sekitarku,
Dari SD sampai SMA aku hampir tak pernah belajar,
Aku hanya belajar jika saja mendekati waktu ujian,
Setiap hari aku hanya melewati hari-hariku dengan bersenang-senang bersama teman-temanku,
Aku dulu berfikir, aaah mumpung masih muda, ya di puas-puasin aja,
Tapi anehnya waktu mendekati ujian, aku tobat sesaat, aku mendekatkan diri kepada allah.
Ibu ku tak pernah memarahiku, yaa mungkin karena aku anak terakhir, atau tak ingin mengganggu kesenanganku,
Hmm.. tak taulah yang ada di fikiran ibuku saat itu...
Sampai pada akhirnya aku terkena batunya...
Aku tidak di terima di kampus impianku, rasanya sesak sekali,
Aku menyesal, kenapa aku tidak diterima??
ya aku sadar, ini memang salahku,
Dari SD sampai SMA tidak aku gunakan untuk belajar, aku gunakan untuk bersenang senang saja,
Akhirnya aku sadar, dan aku mulai berfikir, mau jadi apa aku besok kalau aku tetap seperti ini,
Aku kasihan kepada kedua orang tua ku yang sudah bersusah payah membesarkan aku,
Aku kasihan kepada kedua kakak ku,
Aku menangis, yaa allah, aku ingin berubah, aku tak ingin terus seperti ini,
Aku merasa malu,sangat malu kepada semua orang,
Akhirnya selama setahun aku mengikuti bimbingan belajar, dan kuliah D1...
Dan tahun berikutnya, aku ikut tes masuk perguruan tinggi,
Aku tetap saja tidak diterima,
ibu,bapak, kedua kakak ku selalu menyemangatiku,
Aku ikut tes lagi, tetap saja gagal,
Aku sudah hampir pasrah,
aku menghitung, sudah 8 kali tes ku ikuti,
Ini tes terakhirku,
Dan aku di terima,ya allah terima kasih banyak,
Ibu terima kasih banyak atas usaha mu,
Ibu ku menangis haru,
Dalam hatiku, aku berjanji,
Bu akan kubalas semua jasa-jasamu dengan kesuksesanku,
Aku ingin menyenangkan ibu ku,
Karena memang pada saat itu, ibuku sakit, sakit kanker,
Aku sudah tobat, aku belajar sungguh-sungguh,
Supaya aku setelah lulus kuliah bisa pergi haji bersama ibu dan semua keluargaku,
Yaa tapi pada akhirnya, sebelum aku memberikan hadiah kepada ibu, ibu telah di panggil allah lebih dulu,
Ya allah...aku belum bisa balas jasa-jasa ibu, tapi engkau telah memanggil ibu terlebih dahulu.....
Rabu, 21 Maret 2012
Selasa, 20 Maret 2012
Morning readers… How are you today ? I hope you stay healthy and happy. ^_^
Sebelumnya aku mau minta maaf tentang judul dari tulisan hari ini mungkin terdengar sedikit seram, tapi aku harus menulisnya karena sudah berjanji pada tulisan yang ini akan membahas tentang Ibuku yang telah meninggal karena kanker dan selain itu juga aku ingin menuliskan kisah ini sebagai pengganti ibu yang juga memiliki cita-cita untuk menulis tentang perjuangannya melawan kanker servik. Tulisan ini saya ambil dari artikel kakak saya http://septianana.wordpress.com/2012/03/16/the-fight-against-cancer-part-1/ ini pengalaman pribadiku dan keluarga, sengaja di tulisakan agar dapat di baca oleh semuanya terutama kaum wanita tentang betapa mematikannya penyakit yang bernama kanker itu (Kanker servik khususnya).
Semoga catatan pribadi ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Ibuk mungkin aku tak sepandai engkau dalam merangkai kata menjadi sebuah cerita, tetapi aku akan berusaha menulis dengan sebaik-baiknya agar kisah ini dapat menjadi inspirasi seperti harapanmu.
I LOVE YOU IBUK… Bismillah….. Bulan Mei 2011 Malam itu tepat pukul 00.00 bapak menelponku dan mengatakan bahwa ibu harus di bawa ke klinik untuk di pasang kateter pada saluran kencingnya. Ayah mengatakan sakit perut yang di derita ibu semakin menjadi bahkan sampai menyebabkan ibu tidak bisa buang air kecil. Banyak dugaan berkecamuk di kepala, mencoba membuat analisa apa kira-kira yang sebenarnya terjadi pada ibu. Ibu sakit apa ? Apakah ginjalnya sakit ? atau apa aku masih belum mengerti. Keesokan paginya aku dan adik langsung pulang ke rumah untuk melihat keadaan ibu. Alhamdulillah saat aku pulang ibu sudah dapat buang air kecil dengan lancar, di bantu dengan kateter dan minum obat untuk melancarkan buang air kecil, entah apa obatnya aku sudah lupa. Beberapa hari aku dan adik berada di rumah untuk merawat ibu, dan alhamdulillah kateter sudah bisa di lepas karena buang air kecil ibu semakin lancar. Saat itu aku mengatakan kepada ibu apa tidak sebaiknya ibu melakukan general check up untuk mengetahui apa yang sedang terjadi pada tubuh ibuku. Setelah bersusah payah merayu akhirnya ibuku mau pergi ke rumah sakit untuk melakukan general check up. Seminggu kemudian hasil check up di terima oleh ibu dan seperti terbakar rasanya wajahku saat ibu menjelasakan dengan tenang bahwa ibu menderita kanker servik stadium IIIB. Rasanya aku ingin menangis, tapi melihat ketegaran ibu malu rasanya kalau harus merengek. Sambil tersenyum ibu berkata “Ayo bantu ibu ya menyiapkan berkas-berkas untuk berobat ke rumah sakit Dr.Soetomo ya, ini ibu sudah dapat rujukan untuk berobat ke sana”. Ya Allah makhluk indah seperti apakah yang telah KAU ciptakan ini, sangat kuat dan sangat tegar menghadapi ini semua. Bulan Juni 2011 Segala persiapan telah di lakukan untuk pengobatan ibu. Maka datanglah kami ke rumah sakit Dr.Soetomo untuk melakukan pemeriksaan intensif. Segala macam rontgen, uji laboratorium, USG bahkan samapai dengan CT Scan di lakukan oleh ibu untuk mengetahuai dengan pasti seberapa besar massa dari kanker di dalam mulut rahim ibu. Saat itu aku masih ingat bahwa kanker ibu sudah termasuk yang berukuran besar sekitar 8 cm kiri dan kanan. Dokter pun menyarankan kepada ibu untuk melakukan tahapan penyinaran (Radiotherapy) selama 35 kali penyinaran dilakukan 1 kali penyinaran sehari kecuali hari sabtu dan minggu. Dengan optimis ibu mengatakan,”Baik dok, saya mau di sinar dan dengan menggunakan biaya sendiri”. Karena ibu tidak mau jika mengandalkan ASKES maka pelayanan yang di dapatkan sedikit berbeda, dan penanganannya juga lebih lama karena memerlukan banyak prosedur serta antrian yang panjang. Selama kurang lebih 7 minggu ( hampir 2 bulan ) ibu terus melakukan penyinaran dengan semangat. Setiap pagi bergantian kami anak-anaknya mengantarkan ibu ke rumah sakit untuk berobat.
Dan setiap beberapa kali penyinaran ibu harus melakukan uji laboratorium untuk di lihat apakah kondisi ibu fit untuk penyinaran selanjutnya, jika tidak maka ibu harus melakukan transfusi darah. Tapi alhamdulillah ibu bukan orang yang malas untuk makan, sehingga makanan apa saja yang mengnadung gizi yang baik di makan oleh ibu, sehingga tidak pernah sekalipun ibu di ulang penyinarannya. Efek dari penyinaran adalah menjadi lebih sensitif nya daerah yang terkena sinar radiasi. Karena bagian tubuh ibu yang di radiasi adalah rahim, maka otomatis mulai rahim sampai pantat ibu rasanya seperti terbakar dan mudah sakit jika tersentuh. Untuk duduk pun sedikit sakit kata ibu, jadi ke mana-mana ibu membawa bantal untuk alas duduknya. Di sana ibu juga berkenalan dengan banyak wanita yang mengalami sakit yang sama seperti ibu. Dan penuh semangat mereka saling menguatkan satu sama lain untuk bisa sembuh melawan penyakit. Melihat ketegaran ibu, kami sekeluarga juga menjadi semangat untuk selalu mendampingi ibu dalam perjuangannya. Setiap hari kata-kata “Ayo buk, pasti bisa, pasti sembuh, semangat” selalu kami ucapkan bersama. Bahkan bapak yang jauhpun tidak pernah absen setiap hari menanyakan keadaan ibu.
Sungguh bersyukur aku di lahirkan dari keluarga ini.
“Tak ada penyakit yang tak bisa di sembuhkan, hanya saja semuanya butuh proses dan waktu, selain itu semua ini adalah kehendak Tuhan maka kembalikanlah pada Tuhan sembari kita berusaha sekuat tenaga untuk mencari solusinya, percayalah niscahya Tuhan akan menjawab”,
-Quote by Ibuk-
Sebelumnya aku mau minta maaf tentang judul dari tulisan hari ini mungkin terdengar sedikit seram, tapi aku harus menulisnya karena sudah berjanji pada tulisan yang ini akan membahas tentang Ibuku yang telah meninggal karena kanker dan selain itu juga aku ingin menuliskan kisah ini sebagai pengganti ibu yang juga memiliki cita-cita untuk menulis tentang perjuangannya melawan kanker servik. Tulisan ini saya ambil dari artikel kakak saya http://septianana.wordpress.com/2012/03/16/the-fight-against-cancer-part-1/ ini pengalaman pribadiku dan keluarga, sengaja di tulisakan agar dapat di baca oleh semuanya terutama kaum wanita tentang betapa mematikannya penyakit yang bernama kanker itu (Kanker servik khususnya).
Semoga catatan pribadi ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Ibuk mungkin aku tak sepandai engkau dalam merangkai kata menjadi sebuah cerita, tetapi aku akan berusaha menulis dengan sebaik-baiknya agar kisah ini dapat menjadi inspirasi seperti harapanmu.
I LOVE YOU IBUK… Bismillah….. Bulan Mei 2011 Malam itu tepat pukul 00.00 bapak menelponku dan mengatakan bahwa ibu harus di bawa ke klinik untuk di pasang kateter pada saluran kencingnya. Ayah mengatakan sakit perut yang di derita ibu semakin menjadi bahkan sampai menyebabkan ibu tidak bisa buang air kecil. Banyak dugaan berkecamuk di kepala, mencoba membuat analisa apa kira-kira yang sebenarnya terjadi pada ibu. Ibu sakit apa ? Apakah ginjalnya sakit ? atau apa aku masih belum mengerti. Keesokan paginya aku dan adik langsung pulang ke rumah untuk melihat keadaan ibu. Alhamdulillah saat aku pulang ibu sudah dapat buang air kecil dengan lancar, di bantu dengan kateter dan minum obat untuk melancarkan buang air kecil, entah apa obatnya aku sudah lupa. Beberapa hari aku dan adik berada di rumah untuk merawat ibu, dan alhamdulillah kateter sudah bisa di lepas karena buang air kecil ibu semakin lancar. Saat itu aku mengatakan kepada ibu apa tidak sebaiknya ibu melakukan general check up untuk mengetahui apa yang sedang terjadi pada tubuh ibuku. Setelah bersusah payah merayu akhirnya ibuku mau pergi ke rumah sakit untuk melakukan general check up. Seminggu kemudian hasil check up di terima oleh ibu dan seperti terbakar rasanya wajahku saat ibu menjelasakan dengan tenang bahwa ibu menderita kanker servik stadium IIIB. Rasanya aku ingin menangis, tapi melihat ketegaran ibu malu rasanya kalau harus merengek. Sambil tersenyum ibu berkata “Ayo bantu ibu ya menyiapkan berkas-berkas untuk berobat ke rumah sakit Dr.Soetomo ya, ini ibu sudah dapat rujukan untuk berobat ke sana”. Ya Allah makhluk indah seperti apakah yang telah KAU ciptakan ini, sangat kuat dan sangat tegar menghadapi ini semua. Bulan Juni 2011 Segala persiapan telah di lakukan untuk pengobatan ibu. Maka datanglah kami ke rumah sakit Dr.Soetomo untuk melakukan pemeriksaan intensif. Segala macam rontgen, uji laboratorium, USG bahkan samapai dengan CT Scan di lakukan oleh ibu untuk mengetahuai dengan pasti seberapa besar massa dari kanker di dalam mulut rahim ibu. Saat itu aku masih ingat bahwa kanker ibu sudah termasuk yang berukuran besar sekitar 8 cm kiri dan kanan. Dokter pun menyarankan kepada ibu untuk melakukan tahapan penyinaran (Radiotherapy) selama 35 kali penyinaran dilakukan 1 kali penyinaran sehari kecuali hari sabtu dan minggu. Dengan optimis ibu mengatakan,”Baik dok, saya mau di sinar dan dengan menggunakan biaya sendiri”. Karena ibu tidak mau jika mengandalkan ASKES maka pelayanan yang di dapatkan sedikit berbeda, dan penanganannya juga lebih lama karena memerlukan banyak prosedur serta antrian yang panjang. Selama kurang lebih 7 minggu ( hampir 2 bulan ) ibu terus melakukan penyinaran dengan semangat. Setiap pagi bergantian kami anak-anaknya mengantarkan ibu ke rumah sakit untuk berobat.
Dan setiap beberapa kali penyinaran ibu harus melakukan uji laboratorium untuk di lihat apakah kondisi ibu fit untuk penyinaran selanjutnya, jika tidak maka ibu harus melakukan transfusi darah. Tapi alhamdulillah ibu bukan orang yang malas untuk makan, sehingga makanan apa saja yang mengnadung gizi yang baik di makan oleh ibu, sehingga tidak pernah sekalipun ibu di ulang penyinarannya. Efek dari penyinaran adalah menjadi lebih sensitif nya daerah yang terkena sinar radiasi. Karena bagian tubuh ibu yang di radiasi adalah rahim, maka otomatis mulai rahim sampai pantat ibu rasanya seperti terbakar dan mudah sakit jika tersentuh. Untuk duduk pun sedikit sakit kata ibu, jadi ke mana-mana ibu membawa bantal untuk alas duduknya. Di sana ibu juga berkenalan dengan banyak wanita yang mengalami sakit yang sama seperti ibu. Dan penuh semangat mereka saling menguatkan satu sama lain untuk bisa sembuh melawan penyakit. Melihat ketegaran ibu, kami sekeluarga juga menjadi semangat untuk selalu mendampingi ibu dalam perjuangannya. Setiap hari kata-kata “Ayo buk, pasti bisa, pasti sembuh, semangat” selalu kami ucapkan bersama. Bahkan bapak yang jauhpun tidak pernah absen setiap hari menanyakan keadaan ibu.
Sungguh bersyukur aku di lahirkan dari keluarga ini.
“Tak ada penyakit yang tak bisa di sembuhkan, hanya saja semuanya butuh proses dan waktu, selain itu semua ini adalah kehendak Tuhan maka kembalikanlah pada Tuhan sembari kita berusaha sekuat tenaga untuk mencari solusinya, percayalah niscahya Tuhan akan menjawab”,
-Quote by Ibuk-
Langganan:
Postingan (Atom)